Sabtu, 23 Februari 2019

Belanda

Untuk postingan ini, gua akan menjelaskan gimana Belanda overall secara penilaian mata gua dan juga pengalaman yang gua petik dari sana. Belanda itu adalah negara kecil, tapi cukup padat, oiya, kepadatan suatu negara itu gak dihitung oleh populasi ya, tapi dari densitas negara tersebut (jumlah orang per kilometer persegi). Jadi dengan luas wilayah 41000 km persegi, itu populasi Belanda adalah 17 juta orang, berarti densitas Belanda kira-kira 416 orang perkilometer persegi. Jika dibandingkan dengan suatu provinsi di Indonesia, yang luasnya gak beda jauh dengan Belanda adalah Sumatra Barat dengan luas 42000 km persegi, dan populasi Sumbar adalah 5 juta. Gua sendiri sebenarnya belom pernah ke Padang atau Bukittinggi di Sumbar karena memang gua gak punya keluarga disana, tapi gua mengatakan ini based dari observasi gua terhadap kota Padang via google earth. Jujur, dengan melihat ini secara matematika, sebenarnya banyak kota di Indonesia termasuk Padang, Bali, dan banyak kota lainnya di Indonesia yang sebenarnya punya potensi untuk bisa lebih bagus dari Eropa, ya gua pake contoh Padang ini, karena Sumbar dan Belanda dengan luas area yang hampir sama tapi populasi Belanda itu sampe lebih dari 3 kali Sumbar, itu menunjukkan bahwa Sumbar ini bisa berpotensi untuk dibangun sebagus atau bahkan lebih bagus daripada Belanda. Disini gua gak mengatakan bahwa misalnya Padang harus dibikin sepersis atau semirip mungkin dengan Belanda, tapi gua mengatakan bahwa dengan ciri khas kita sendiri, kita bisa membangun lebih dari Belanda gitu. 

Oke, ini topiknya Belanda ya, bukan Padang, tadi cuma perbandingan. Ibukota Belanda sendiri seperti yang udah pernah dikasih tau dari SD sampe SMA dan secara dulu kita dijajah mereka, Ibukota Belanda adalah Amsterdam, populasinya lebih kurang itu 800 sampai 900 ribu orang, dan ini adalah kota terbesar di Belanda, untuk regensinya sendiri (semacam wilayah kayak jabodetabeknya Belanda gitu) atau Raanstad namanya itu populasinya 8 juta orang. Amsterdam juga merupakan kota terbesar di Belanda. Pas gua nyampe di Amsterdam Schipol Airport, itu suhunya saat itu adalah 8 derajat celsius, dan waktu itu gua sama Kakak gua dijemput sama sepupu gua disana. Awalnya gua kira keluarga gua yang disana tuh tinggal di Amsterdam, ternyata mereka tinggal di kota kecil namanya Moordrecht dan itu lebih deket ke Rotterdam daripada Amsterdam. First impression pas gua nyampe tuh, itu bener-bener mereka lalu lintasnya rapih banget, sebelum masuk ke mobil, sepupu gua itu bayar parkir dulu pake kartu debit atau kredit gua juga kurang tau dan itu ya dibayarnya di mesin bayar parkir gitu, keren banget sih semuanya sudah tersistematik dengan mesin. Untuk tol, disana tol itu nggak ada gerbang tol, karena bayar tol itu udah masuk ke pajak mobil, makanya gak ada gerbang tol. Seperti mainstreamnya negara eropa, posisi setir itu disebelah kiri, otomatis jalan disebelah kanan, dan gua gak tau negara eropa lain yang posisi setir itu dikanan selain Inggris, gua gak tau lagi apa. Terus gua juga ngeh kalo disana itu pas lagi lampu merah, itu misalnya dijalan ini ada 4 jalur, makan tiap jalur itu atasnya akan ada lampunya, jadi anggap lampu jalur 1 jadi hijau, maka cuma mobil dijalur 1 doang yang jalan, selama lampu dijalur 2,3 dan 4 masih merah, yaaa mereka gak akan jalan. Intinya disini tuh semua sudah masuk kedalam sistem. 

Nyampe disana, gua tinggal di rumah Buyut gua, Usianya udah 93 tahun, tapi Alhamdulillah masih sehat. Pas gua dateng, seluruh keluarga disana pada nyambut gitu. Gua seneng di Belanda orang pada bisa Bahasa Inggris, karena secara gua gak bisa Bahasa Belanda. Untuk sepupu gua, mereka adalah generasi termuda orang Indonesia yang lahir dan berwarga di Belanda, dan untuk generasi sepupu gua, kebanyakan pada gak bisa Bahasa Indonesia, tapi untuk Om, Tante, mereka masih bisa Bahasa Indonesia. 


Selama di Belanda, gua pergi ke kota-kota besarnya seperti Leiden, Utrecht, Rotterdam, The Hague dll. Untuk kota Moordrecht sendiri lokasinya deket sama Gouda, dan memang untuk kemana-mana naik kereta, itu lebih mudah lewat Gouda, karena memang disitulah stasiun terdekat. Btw, Gouda itu terkenal didunia sebagai pusatnya keju, dan memang keju terbaik itu dari sana. Kota paling favorit di Belanda, untuk gua adalah Utrecht, entah gimana, ini adalah tipikal Dutch city yang paling suitable gitu buat gua, karena memang kalo di Amsterdam, itu kotanya juga gak jauh beda dari Utrecht tapi gua kurang nyaman disana karena ganja dimana-mana. Untuk Rotterdam, gua ngerasa ini kota yang paling hilang karakter Dutch-nya, karena memang kotanya terlalu modern dan mereka gak seperti tipikal kota klasik Dutch gitu, sama juga dengan The Hague. Tapi untuk Utrecht, ini baru favorit banget sih, bener-bener keciri klasik Dutch, tapi juga lebih nyaman, dan gua ngerasa di Utrecht orangnya lebih beradab daripada tempat lainnya di Belanda. 








Jumat, 22 Februari 2019

Pengalaman Pertama naik Garuda Indonesia

Oke, masih di perjalanan gua ke Eropa kemaren, jadi udah tau ya kalo gua kemaren naik maskapai Garuda Indonesia. Ini adalah kali pertama gua naik maskapai Garuda, yang reputasinya udah gak perlu dipertanyakan lagi di Indonesia maupun diluar negeri. Selain Garuda, maskapai internasional yang pernah gua naikin adalah Airasia X, Jetstar dan Turkish Airline. Turkish Airline adalah maskapai internasional pertama yang pernah gua naikin dan itu tahun 2013, gak usah ditanyalah kemana gua pergi dengan maskapai ini. Terus untuk maskapai Airasia X dan Jetstar adalah maskapai yang gua pakai ketika pergi ke Australia pada tahun 2015. 

Sedikit informasi, rute Garuda di Eropa itu hanya ada Amsterdam dan London doang, karena kemaren gua ke Amsterdam, gua kurang tau gimana penumpang yang ke London, tapi untuk Amsterdam, harus gua akui kalo penerbangan ini pas gua kesana dan balik lagi itu selalu penuh, yaaa gak penuh 100%, mungkin ada nyampe 90% lah, tapi segitu aja sih udah menguntungkan. Untuk penerbangan dengan Garuda ini, gua akui pelayanannya, service-nya itu excelent, gak bohong lah kalo mereka dapet rating bintang lima. Tapi overall, penerbangan kemaren tuh sejujurnya ya gua gak enjoy 100%, karena memang durasi penerbangannya tuh 14 jam, dan itu kalo dikelas ekonomi tuh cukup melelahkan. Kalo gua liat gimana kelas bisnisnya ya, untuk 14 jam mah pasti enjoy aja, tapi untuk ekonomi, gua sih kayaknya gak mau lagi. Gua seperti manusia pada umumnya, gua tuh tidur dalam sehari maksimal 8 jam, dan kemaren pas gua dipesawat, tidur, yaaa kan nggak mungkin ya selama penerbangan itu full tidur aja, kan ada waktu makan, apalagi makanan disajikan 3 kali, setelah take off, mid flight meal dan sebelum landing, dan yaaa kalo dari pengalaman gua kemaren, itu gua tidur tuh yaaa kira-kira 6 jam, dan tidur selama 6 jam, gua masih ada sisa 8 jam gak bisa tidur, pas gua tidur aja, itu gua inget banget pas bangunnya tuh kaki gua pegel, punggung gua tegang, tangan gua tegang, leher gua juga gak rilex, yaaa gitulah nasib orang kelas ekonomi, kalo kata bokap gua sih itu karena gua belom terbiasa, tapi kalo pas gua nanya ke nyokap gua (kemaren gua cuma bareng kakak gua, bokap nyokap gua udah di Jerman duluan), katanya nyokap gua sendiri juga nggak kuat kalo terbang selama itu, makanya kemaren pas nyokap bokap gua ke Jerman, mereka naik Emirates dan ya taulah, transit dulu di Dubai. In the end, itu semua tergantung orang masing-masing sih, kalo bokap gua tipe yang suka direct flight, mau selama apapun, pokoknya bokap gua cuss langsung kesana, kakak gua sih kayaknya sama ama bokap, tapi kalo gua sih lebih kayak nyokap, mending transit dulu, karena lumayan lah, transit, turun dari pesawat, regangin otot dulu, rilex, lurusin kaki, buang air besar dll. Kalo gua naik business class, yaaa gua sih belom pernah ya, tapi kalo ngeliat seat business class, yaa gua mungkin bisa enjoy penerbangan yang lama, tapi yaaa tetep lah dimana-mana, pengen nyaman kudu ada $$$ lebih. 

Tapi untuk pelayanan Garudanya sendiri udah enak sih, udah sesuai dengan ekspektasi, dan udah sesuai dengan kriteria bintang 5. Ini adalah hidangan yang diberikan oleh Garuda selama perjalanan gua balik dari Amsterdam ke Jakarta.



Minggu, 03 Februari 2019

Perjalanan Eropa

Sebenarnya ini telat nulisnya, karena emang gua gak bawa laptop. Jadi meneruskan setelah gua apply visa ke Belanda, gua pergi ke Belanda pas pertengahan Januari kemaren, tepatnya gua berangkat dari Jakarta tanggal 11 Januari jam 11 malem menggunakan maskapai Garuda Indonesia penerbangan langsung ke Amsterdam. Penerbangan ke Amsterdam berlangsung selama 14 jam, gua juga balik pakai Garuda langsung dari Amterdam. Ini adalah kali pertama gua terbang dengan Garuda Indonesia dan meskipun pelayanan kabin dll yaa udah bertaraf bintang lima, tapi gua jadi gak enjoy karena lamanya penerbangan, jadi gak enjoy, jujur gua setelah penerbangan ini, gua gak mau lagi terbang lebih dari 8 jam karena jujur aja, gak tahan sih, gua mending transit kalo penerbangan lebih dari 8 jam. Oke back to journey, gua berangkat ke Amsterdam jam 11 malem setelah delay 45 menit. Service Garuda sangat excelent, gak heran dapet ★★★★★.

Gua nyampe di Bandara Schipol Amsterdam jam 8 pagi waktu sana dan karena winter, suhu pas gua dateng itu 8 derajat celsius dan waktu itu hujan. Hujannya gak deras, tapi gak gerimis juga, dan lama juga. Gua dijemput sama sepupu gua yang tinggal disana, dari Schipol kita pergi ke kota kecil deket Rotterdam namanya Moordrecht, 1 jam dari Schipol. Inilah kota Moordrecht






Disana gua tinggal dirumah buyut gua yang berusia 93 tahun dari bokap gua. Gua di Belanda selama 5 hari, gua mengunjungi kota Amsterdam, Rotterdam, Utrecht, Leiden, Gouda, Leylistad dan The Hague. Tanggal 16 Januari gua pergi ke Brussels naik kereta dan stop di Stasiun Midi dan spend dua malam disana, baru tanggal 18 gua pergi ke Munchen buat nyusul bokap nyokap gua, kesana naik bus. Gua di Munchen selama 8 hari, kemudian tanggal 25 Januari pergi ke Vienna, dan tanggal 28 balik ke Belanda, dan spend sisa tiga hari disana balik ke Indonesia tanggal 1 Februari. 

Dari yang gua amati secara langsung, Eropa itu sebenarnya untuk tipe kota itu bisa dibilang yaaa sama semua, mereka secara arsitek itu memang sangat berseni, tapi untuk sistem sosial, tiap negara memiliki ciri khas masing-masing. Terlepas dari tensi politik di Eropa saat ini, gua melihat masyarakat mereka sangat oke dalam menjalani kehidupan mereka. Oiya, gua selama jalan-jalan disana itu gak pernah pake guide sama sekali, dan gak juga pake tour, sehingga gua yaaa jalan-jalan disana mostly pake transport umum, paling pake mobil pas di Belanda doang, karena emang ada sodara jadi kemana-mana dianter, tapi tetep disana sering juga pake transport umum. Kalo gua sih lebih refer untuk travel itu yaaa sendiri gitu, maksudnya yaaa mandiri, gak pake tour atau travel, karena dengan cara ini ya kita bisa merasakan seperti apa hidup ditempat tersebut, menurut gua itu lebih beneficial sih, jadi bisa lebih hemat juga, dan gua disana juga gak pernah nginep dihotel, selalu nginep di apartemen yang disewakan di air bnb. 

Dari kota-kota yang kemaren gua kunjungi, inilah peringkat favorit gua, sekaligus skornya
  1. Munchen 92
  2. Utrecht 87
  3. Vienna 85
  4. Rotterdam 83
  5. The Hague 82
  6. Gouda 80
  7. Leiden 79
  8. Amsterdam 74
  9. Brussels 62
Dari kota-kota diatas, pasti mikir kenapa Amsterdam gua taruh kedua paling gak favorit dan kenapa Brussels skornya jauh dibawah, oke ini penjelasannya. 
Selama gua disana, gua menilai kota-kota dari tingkat kebersihan, kerapihan tata kota, lalu lintas, keamanan, dan efisiensi transportasi umum. Amsterdam nilainya jatuh karena legalnya ganja disana, dan gua kena gen nyokap gua yang alergi terhadap ganja, kalau gua nyium ganja, langsung pusing dan hidung gua meler, itulah yang menjadi minus di Amsterdam. Kalau Brussels minusnya di kebersihan kota, lalu lintas, keamanan dan efisiensi tranportasi umum. Untuk Brussels gua gak begitu terpesona, dari pas nyampe di stasiunnya aja gua gak terpesona, biasanya tipikal stasiun di Eropa itu modern, arsitektur keren, peronnya jugaaaa, pas gua turun dari kereta aja, entah ya, gua mikir "kok bagusan peron stasiun kota ya daripada Gare du Midi Bruxeles". Trus pas keluar dari stasiun, jalanannya kotor gitu, sampah dimana-mana, pengemis dimana-mana, aspal jalanan juga rusak-rusak gitu, udah gitu kotanya juga kurang aman gitu, bayangin aja, baru dateng aja, make up poach punya kakak gua langsung kecopetan, untung bukan dompetnya, si copet ngira tempat make up kakak gua itu dompet. Orang-orangnya juga pada gak bisa bahasa Inggris, trus orang-orang gila, entah gila, entah mabok, selalu berkeliaran dimana-mana, itulah kenapa skor Brussels jatuh banget. 

Gua akan bahas lebih lanjut tentang perjalanan gua di Eropa kemaren di postingan beriktunya.

Oiya gua juga pas di Vienna makan di restoran Der Wiener Deewan yang ditunjukan di film 99 Cahaya di langit Eropa.